Kamis, 21 April 2011

Kerusakan Catalytic Converter


Keberadaan Catalytic Converter (CC) menjadi kondang sejak pemberlakukan standar Euro 2 untuk kendaraan lokal pada 2007. Tak pelak, peranti ini menjadi filter penting untuk menjaga emisi tidak bersahabat yang keluar dari corong knalpot kendaraan.


Catalytic Converter inilah salah satu peranti untuk menekan gas emisi pada kendaraan. CC ini berfungsi mereduksi sejumlah emisi yang dihasilkan pembakaran dari mesin.

Peranti ini bekerja menggunakan katalis untuk menstimulasikan reaksi kimia yang dihasilkan dari pembakaran yang dikonversikan menjadi emisi yang bersahabat. Contohnya karbon monoksida (CO) yang berbahaya menjadi karbon dioksida CO2.

Nah, pada kendaraan roda empat, CC mampu mengubah karbon monoksida (CO), Hidro Carbon (HC) dan Nitrogen Oksida (NOx) menjadi gas yang tidak berbahaya. Hasil uji emisi menjadi parameter yang valid.

Sehingga CC begitu familier dikaitkan dengan program ramah lingkungan di kalangan otomotif. Hanya saja, harga perangkat ini tidak bisa dibilang murah. Sehingga pemahaman dan perlakuan yang tepat dalam merawat CC menjadi cara bijak di samping fungsinya yang cukup vital.

Gejala Kerusakan
Pertanyaannya, sejauh mana usia pakai CC di kendaraan? Secara teknis, memang belum ada standar usia pakai atau kilometer tertentu pada kendaraaan.

Namun, sejumlah bengkel memberikan “patokan” performa CC mesti diperhatikan saat kendaraan telah menempuh jarak tempuh di atas 60 ribu km atau sekitar 3 tahun pemakaian.

Artinya di atas usia itu, komponen ini mesti mendapat perhatian ekstra. Apakah masih optimal atau tidak kinerjanya? Bila masih oke, tidak menutup kemungkinan usia pakainya bisa melebihi kisaran tersebut. Sementara untuk mengetahui gejala penurunan performa CC, ada sejumlah parameter untuk itu.

“Gejala umum yang terjadi, tenaga kendaraan terasa tertahan. Akibat adanya hambatan pada sekat jeroan CC yang tidak lancar,” jelas Parman Suanda, Service Manager Plaza Toyota Cabang Tendean Jakarta.

Penyumbatan ini diakibatkan oleh karbon yang dihasilkan dari pembakaran tidak sempurna. Penyebabnya pun bermacam-macam, baik dari kualitas bbm yang buruk, filter udara kotor, sistem pengapian tidak bekerja optimal.

Perlahan tapi pasti, karbon tersebut bakal mengendap pada sekatsekat di CC. Akibatnya, tenaga mesin seolah tertahan akibat saluran CC tersendat. Bisa ditebak, tidak hanya performa mesin menurun, konsumsi BBM pun menjadi lebih boros.

Bila sudah begini, jangan coba-coba mekanik Anda mengakali CC ini. Cara ini tidak direkomendasikan. Kalau pun diakali, performa dan fungsi CC mereduksi emisi tidak optimal.

Solusinya adalah mengganti dengan CC baru. Memang, seperangkat CC tidak murah. Satu perangkat CC untuk Toyota Camry 2.4 dibanderol Rp 5,2 juta atau Toyota Fortuner setara dengan Rp 6 juta.

Pahami lokasi penempatan dan efeknya
Sejumlah pabrikan terus mengembangkan teknologi CC, termasuk penempatan yang efektif. Maklum mekanisme kerja optimal CC juga mesti dipahami oleh pelaku otomotif itu sendiri.

CC baru bekerja efektif pada temperatur panas tertentu. Sementara lokasi penempatan CC juga mesti diperhatikan. Sebut saja, lokasi CC di kolong pada Toyota Alphard. Saat pemanasan yang lama pada kondisi idle, di sekitar kendaraan, terutama di kolong, tidak direkomendasikan benda yang mudah terbakar.

Potensi terbakarnya benda di sekitar itu cukup besar. Maklum posisi CC di kolong dan temperaturnya yang tinggi bisa membuat hal tersebut terjadi. Upayakan agar kendaraan Anda berada di permukaan aspal atau sejenisnya yang tidak mudah terbakar.

Dalam buku manual dicantumkan bahwa kendaraan dilarang untuk dihidupkan dalam kondisi diam selama lebih dari 5 menit. Hal ini bertujuan untuk menghindari terjadinya kemungkinan kebakaran akibat meningkatkanya suhu di CC.


sumber: autobildindonesia.com

0 comments:

Posting Komentar

 
TOYOTA JOGJA. Design by Wpthemedesigner. Converted To Blogger Template By Anshul Tested by Blogger Templates.